Senin, 29 Agustus 2011

Konstitusi NKRI


Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang , di negara Indonesia pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950. Dilihat dari periodesasi berlakunya ketiga UUD tersebut, dapat diuraikan menjadi lima periode yaitu:
1. 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
       berlaku UUD 1945,
2. 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
      berlaku Konstitusi RIS 1949,
3. 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
       berlaku UUD Sementara 1950,
4. 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
       berlaku kembali UUD 1945
5. 19 Oktober 1999 - sekarang
       berlaku UUD 1945

1.    UUD 1945 ( 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 )
Naskah UUD  1945 pertama kali dipersiapkan oleh BPUPKI ( Dokuritsu  Zyunbi Tjoosakai ) . BPUPKI dilantik oleh pemerintah bala tentara Jepang tanggal 28 Mei 1945 yang beranggotakan 62 orang dengan ketua K.R.T. Radjiman Wedyoningrat dan wakil ketua Raden Panji Suroso .
Pada sidang pertama BPUPKI , pembicaraan tertuju pada soal dasar falsafah yang harus dipersiapkan dalam rangka negara Indonesia merdeka . Pada sidang kedua , mengenai hal –hal teknis tentang bentuk negara dan pemerintahan baru .
Dibentuklah Panitia Hukum Dasar dengan anggota 19 orang dan ketua Ir. Soekarno . Panitia Hukum Dasar membentuk Panitia Kecil dengan ketua Prof. Dr. Soepomo dengan anggota  yaitu Wongsonegoro , R. Soekarjo , A.A. Maramis , Panji Singgih , H. Agus Salim , dan Sukiman .
13 Juli 1945 Panitia Kecil berhasil menyelesaikan tugasnya . 16 Agustus 1945 BPUPKI menyetujui hasil kerja Panitia Kecil sebagai RUUD .
BPUPKI dibubarkan . Terbentuklah PPKI yang beranggotakan 21 orang dengan ketua Ir. Soekarno dan wakil ketua Drs. Mohammad Hatta .
Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945 , PPKI mengadakan sidang pertama yang salah
satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian
disebut UUD 1945. Hasil keputusan yang lain adalah menetapkan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Waki Presiden Indonesia pertama.
Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan.
Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan.
Sistem ketatanegaraan menurut UUD
1945 saat itu antara lain tentang bentuk negara, kedaulatan, dan sistem
pemerintahan.
Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat
1 UUD 1945 yang menyatakan “negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai negara kesatuan, maka di negara Republik Indonesia hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan
pemerintah pusat. Sebagai negara yang berbentuk republik, maka kepala negara dijabat oleh Presiden. Presiden diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasar keturunan.
Mengenai kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat 2 yang menyatakan “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR ”. Atas dasar itu, maka kedudukan MPR adalah sebagai lembaga tertinggi negara. Kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara yang lain berada di bawah MPR.
Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar”. Pasal tesebut menunjukkan bahwa system pemerintahan menganut sistem presidensial. Dalam sistem ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada
DPR.
Lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah :
a. MPR
b. Presiden
c. DPA
d. DPR
e. BPK
f.  MA   


  1. Konstitusi RIS ( 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 )
Perang dunia kedua berakhir dengan kemenangan di pihak tentara sekutu dan kekalahan di pihak Jepang . Dengan demikian pemerintah bala tentara Jepang harus hengkang dari Indonesia . Keadaan ini dimanfaatkan oleh Pemerintah Belanda untuk kembali menguasai Indonesia . Belanda berusaha memecah belah
bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara boneka seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudian melakukan agresi atau
pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948.
Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, PBB turun tangan dengan menyelenggarakan KMB di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia.
KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:
1. didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;
2. penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia
Serikat; dan
3. didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik
Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar. Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi RIS. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah
yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran.
Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat 1 Konstitusi RIS yang berbunyi “ RIS yang merdeka dan berdaulat adalah negara hokum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya. Negara-negara bagian itu adalah : Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur. Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta.
Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat 1 ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan.
Sebab, Presiden adalah kepala negara, tetapi
bukan kepala pemerintahan.   Pada Pasal 118 ayat 2 ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggung jawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menteri-menteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat
oleh Perdana Menteri. Dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS adalah :
a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f.  Dewan Pengawas Keuangan


  1. UUDS 1950 ( 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 )
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negara-negara bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia,
Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS.
Untuk maksud tersebut dibentuklah suatu panitia bersama dari pihak RIS dan RI . Tidak begitu lama panitia dapat menyelesaikan pekerjaannya , yakni rancangan naskah UUD . Naskah tersebut kemudian disahkan oleh kedua pihak :
a ) Pihak RI dilakukan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat pada tanggal 12 Mei Agustus 1950
b ) Pihak RIS dilakukan oleh DPR dan Senat RIS pada tanggal 14 Agustus 1950

Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang UUDS 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali NKRI. UUDS 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal.
Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat 1 UUDS 1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat 2 disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.
Lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950 adalah :
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Mahkamah Agung
e. Dewan Pengawas Keuangan

Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga
Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekas lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung.
Sekalipun konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab
ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.
Pada pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda. Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir.
Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
1. Menetapkan pembubaran Konsituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.



4.    UUD 1945 ( 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 )
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru (1966-1999).
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden
dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.
Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.  Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.




5.    UUD 1945 ( 19 Oktober 1999 – Sekarang / hasil amandemen )

21 Mei 1998 , Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan sebagai Presiden setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besaran yang domotori oleh mahasiswa , pemuda dan berbagai komponen bangsa lainnya di Jakarta dan daerah lainnya . Berhentinya Presiden Soeharto menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia .
Di masyarakat berkembang tuntutan reformasi yang didesakkan oleh berbagai komponen bangsa . Tuntutan tersebut antara lain :
1 ) Amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2 ) Penghapusan doktrin dwifungsi ABRI
3 ) Penegakan supremasi hukum , penghormatan HAM , serta pemberantasan KKN
4 ) Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dengan daerah
5 ) Mewujudkan kebebasan pers
6 ) Mewujudkan kehidupan demokrasi

Tuntutan amandemen UUD 1945 didasarkan pada pandangan bahwa UUD 1945 dipandang belum cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokrasi , pemberdayaan rakyat dan penghormatan HAM .
Untuk memenuhi tuntutan tersebut , maka MPR hasil Pemilu 1999 melakukan perubahan UUD 1945 sebanya 4 kali , yaitu :
1 ) Perubahan pertama dilakukan dalam sidang umum MPR pada tanggal 14 – 21 Oktober 1999
2 ) Perubahan kedua dilakukan dalam sidang umum MPR pada tanggal 7 – 8 Agustus 2000
3 ) Perubahan ketiga dilakukan dalam sidang umum MPR pada tanggal 1 – 9 November 2001
4 ) Perubahan keempat dilakukan dalam sidang umum MPR pada tanggal 1 – 11 Agustus 2002



Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.   
Setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga
negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu  DPA. Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :
a. Presiden
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Dewan Perwakilan Daerah
e. Badan Pemeriksa Keuangan
f.  Mahkamah Agung
g. Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial




Dasar Pemikiran Perubahan

Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain:
a. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada Presiden yang meliputi kekuasaan eksekutif dan legislatif .
b. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes (fleksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsir (multitafsir).
c. Kedudukan penjelasan UUD 1945 sering kali diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945.
d. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membentuk struktur kenegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat .
e. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan negara tentang kehidupan yang demokratis , supremasi hukum , pemberdayaan rakyat , penghormatan HAM dan otonomi daerah .


Tujuan Perubahan

Perubahan UUD 1945 memiliki beberapa tujuan , antara lain :
a. menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional dan memperkukuh NKRI
b. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi
c. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan paham HAM dan peradaban umat manusia yang merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945
d. menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern.
e. melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi , seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;
f. menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa dan negara.




Dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945 terdapat beberapa kesepakatan dasar :
a. tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
b. tetap mempertahankan NKRI
c. mempertegas sistem pemerintahan presidensial
d. penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif  akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh)
e. melakukan perubahan dengan cara adendum

1 komentar: